Sepeda Hias Luqman – Dari tahun ke tahun

31 05 2013

Jika pernah membaca postingan saya sebelumnya, akan ditemukan fakta bahwa Luqman, si sulung tak pernah mau ikut lomba apapun. Satu-satunya lomba yang mau diikutinya saat perayaan 17 Agustus di perumahan hanya lomba sepeda hias.  Sejatinya yang ikut lomba adalah sang penghias sepeda, abinya, tapi yang paling menikmati lombanya adalah Luqman. Dia terlihat bangga mengendarai sepeda yang telah dihias oleh abinya.

Waktu itu kami masih tinggal di Lombok. Si abi masih bekerja dengan jadwal kerja tambang. Lalu dihitungnya kalender, untuk menentukan kapan harus mulai menggarap sepeda, mengingat masanya di Lombok hanya 4 hari untuk selanjutnya kembali ke tambang.

Lomba pertama yang diikuti tahun 2003. Waktu itu Luqman usia 3 tahun. Ide yang hadir waktu itu membuatkan pesawat terbang. Hasilnya lumayan, sederhana  tapi berbeda dari peserta yang lainnya, yang hanya dihias kertas warna-warni.  Sepeda Luqman berbentuk sesuatu. Sayangnya di perjalanan pesawatnya ditabrak peserta lain. Rusaklah bagian belakangnya yang membuatnya sempat sedih, tapi hanya sesaat. Saat pengumuman Luqman tak menang. Dia tak peduli, karena dia sudah sangat senang bisa mengendarai pesawat sepanjang rute lomba 🙂

IMG_0624

Tahun berikutnya, Luqman ikut lomba sepeda lagi. Kali ini abinya lebih berpikir keras, bagaimana supaya hasilnya lebih bagus. Diputskanlah untuk membuat kapal. Bahan yang dipilih adalah kertas mengkilat dan kertas minyak. Kali ini hasilnya memang lebih bagus dan lebih rapi. Luqman dapat juara II. Lagi-lagi dia tidak peduli, dia tak mau maju ke panggung untuk mengambil hadiahnya.

IMG_0627

Tahun 2005, kembali ikut lomba. Tema yang dipilih si abi kali itu adalah mobil, mobil perang. Persiapannya lebih matang, hasilnya lebih bagus dan rapi. Luqman semakin senang, dia tetap tampil berbeda.

IM000397.JPG

IM000401.JPG

Untuk yang ketiga ini Luqman berhasil meraih juara pertama. Dia sudah bersedia naik ke panggung untuk mengambil hadiahnya.

IM000514.JPG

Tahun-tahun berikutnya Luqman sudah tak pernah ikut lomba lagi, sampai kami pindah ke Balikpapan. Semoga kelak ini menjadi bagian dari kenangan terindah yang pernah dimiliki Luqman.





Dia Ibuku, Cinta dan Kesabarannya Tak Pernah Mati

27 09 2010

Wanita itu duduk di sudut tempat tidurnya  sejak pulang dari mesjid pukul 05.15 hingga 08.05. Tak beranjak sedikitpun. Di tangannya yang sudah dipenuhi tanda-tanda penuaan tetap tergenggam erat Qur’an kecil yang lengkap dengan terjemahannya. Suatu hari dia berkata, “Be’eng le tammat Nin? engko’ cek abite, lo’ mat-tammat” (Kamu sudah khatam Nin? Saya lama betul nggak khatam-khatam). Ini Bahasa Madura, sahabat. “Soale engko’ ebeca bi’ artene” (soalnya saya dibaca dengan artinya). Ya, Ramadhan tahun ini dia memang ingin mengkhatamkan membaca qur’an beserta artinya. Sebagai informasi, dia tidak pernah belajar membaca dan menulis di sekolah resmi. Dia belajar sendiri. Tapi minat bacanya memang tinggi, walau kadang dia tak mampu mencerna secara sempurna apa yang dibacanya. Kata salah seorang kakak iparku, “Nyai itu kenapa masih kuat dan nggak pikun, karena rajin membaca, keinginan belajarnya tinggi, otaknya dipakai.” Aku setuju…

Siapakah dia yang oleh kakak iparku itu dipanggil “Nyai”? Dia ibuku, “Nyai” itu untuk memanggil nenek dalam bahasa Madura. Dahulu aku memanggilnya dengan sebutan yang lazim digunakan di Kota Balikpapan ini, “Mama’”, tapi setelah memiliki anak aku ikut pula memanggilnya “Nyai” untuk membiasakan anak-anak. Usianya sudah lebih dari dua kali usiaku, kira-kira 80 tahunan. Maklumlah, orang jaman dulu tak pernah ingat kapan tanggal lahirnya, jadi tidak tahu usia pastinya. Setelah melihatnya duduk dengan tekun sambil membaca Qur’an dan artinya itu, otakku langsung memerintahkan tangan untuk menulis, jangan ditunda lagi. Selama ini banyak sekali hal tentangnya yang ingin kutuangkan dalam tulisan, tapi selalu tertunda.

Ibuku adalah  perempuan yang kuat, secara lahir maupun bathin. Kisah hidupnya, lebih konflik dari pada kisah sinetron yang sepertinya sekarang ini sudah kehabisan ide cerita hingga selalu berputar-putar pada masalah yang sama.

Lahir dari sebuah keluarga petani sederhana di kampung kecil yang bernama kramat. Salah satu desa di kecamatan Bangkalan, kabupaten Bangkalan, Madura. Suatu hari ketika sedang berada di sawah bersama saudaranya, sebuah pesawat terbang melintas di atas mereka. Dia berkata, “Apa rasanya naik kapal terbang itu ya”. Saudaranya tertawa, “Apa Sah (Namanya Aisah), kamu itu macam-macam.” Saat itu dia benar-benar memimpikan bisa naik pesawat terbang walau dia menyadari bahwa itu tak mungkin. Bagaimana bisa anak petani yang tak memiki banyak harta bisa naik pesawat terbang?

Nyatanya, hal yang tak mungkin terjadi dalam pandangan manusia mudah saja diwujudkan oleh Sang Maha Kuasa. Kehidupannya setelah menikah memiliki beribu kisah yang membuatnya harus berjuang demi mempertahankan hidup. Pernah di suatu masa dia mencari daun pisang, ikan, udang, Kupil (sejenis buah yang tubuh di tambak) dan lainnya untuk kemudian dijual di pasar yang ditempuhnya dengan berjalan kaki sejauh tak kurang dari 4 km setiap hari. Terkadang mengeruk kerang di tase’ (pantai) untuk dimakan bersama ibu dan anak-anaknya. Tentang suaminya, biarlah itu menjadi kisah yang disimpannya sendiri. Sebagaimana sebuah kehidupan perkawinan, ada suka pasti ada pula duka . Jika kemudian dia harus mengakhiri pernikahan dengan suaminya, itu adalah garis hidup yang telah Allah tetapkan untuknya. Allah telah menyiapkan skenario baru baginya, yang dengannya dia bisa merasakan apa yang dahulu ingin dirasakan. Mimpi sejak kecil,  Naik Pesawat Terbang. Ternyata, melalui lika-liku kehidupannya itulah impiannya bisa terwujud.

Singkat cerita, menikahlah dia dengan seorang pria Madura yang lahir dan besar di Balikpapan. Setelah menikah, suaminya mengajaknya turut serta ke Balikpapan. Itulah saat pertama kalinya dia naik pesawat terbang. Bisa membayangkan bagaimana perasaannya saat itu? Jika dahulu dia melihat pesawat terbang dari sebidang tanah yang digarap oleh orang tuanya, maka saat itu dia melihat sawah membentang dari atas pesawat terbang. Berangkatlah dia meninggalkan pulau dimana dia beserta kedua saudaranya dibesarkan, menyambut kehidupan baru yang telah menantinya.

Ya, kehidupan baru dengan konflik baru. Pernikahan ini adalah pernikahan kedua pula bagi suaminya. Dua orang manusia yang menikah dengan sama-sama membawa anak dari pernikahan terdahulu pastilah memiliki pernak pernik tersendiri. Ujian demi ujian datang menghampiri. Tapi, kalian akan menjumpai ibuku sebagai orang yang sabar. Paling sabar se-Indonesia. Semua ujian mampu dilewatinya, walau kadang dengan linangan air mata.

Aku lahir satu tahun setelah pernikahan mereka. Saat itu usia ibuku lebih dari 40 tahun. Karenanya tak sedikit teman-teman yang mengira dia adalah nenekku. Nenek yang setia menungguiku di sekolah sejak di taman kanak-kanak hingga Sekolah Dasar kelas dua. Cintanya teramat besar padaku. Baginya, mencintai itu adalah menuruti semua keinginanku. Walau orang di sekelilingnya sering mengatakan cintanya itu membuatku manja, ibuku tak perduli. Sungguh aku menemukannya sebagai orang yang sabar. Sungguh.

Kesabarannya semakin teruji seiring dengan pertumbuhanku. Aku adalah anak yang manja, mudah mengamuk, terutama ketika keinginanku tidak langsung dipenuhi. Aku bisa mengamuk di tengah malam, berguling dari dapur ke ruang tamu dengan mata terpejam, hanya karena minta satu botol vitamin C. Ibuku tak marah, diketuknya pintu kamar penjaga apotek depan rumah untuk menuruti keinginanku. Ketika tiba masaku bersekolah, ibuku semakin menampakkan kesabarannya. Ada saja alasanku untuk menangis setiap hari. Mulai dari kunciran rambut yang kurang kencang atau justru kekencangan, atau kunciran rambut yang tidak simetris, atau seragam yang tak pas. Ibuku? Dengan sabar menghadapiku hingga bayanganku sudah tak tampak lagi oleh mata indahnya.

Saat pulang sekolah telah menjadi kebiasaanku untuk meminta uang jajan. Tahu apa yang terjadi jika aku tak mendapatkannya? Aku akan mengamuk sepanjang hari. Oleh karena itu sebelum aku pulang ibuku akan menyiapkan uang itu, entah dari mana. Bapak adalah pemborong bangunan, yang kadang-kadang menganggur jika tak ada proyek. Kalau sudah begitu, maka uang di rumah akan sangat terbatas. Lantas bagaimana ibuku menyiapkan uang untukku? Karena tak ingin aku menangis saat pulang sekolah, ibuku akan berusaha mencari uang yang tercecer di rumah. Rumah kami berlantai papan dan berkolong. Ibuku akan masuk ke kolong rumah untuk mengumpulkan uang yang mungkin jatuh melalui celah-celah papan. Betapa zalimnya aku saat itu, dan sayangnya itu baru kusadari sekarang. Apakah kata maaf dan terima kasih sudah cukup untuk membayar semua itu?

Andai saja semua harta yang kumiliki saat ini kuserahkan padanya untuk membayar semua air matanya yang pernah tertumpah karenaku, itu tak akan mencukupi.

Aku semakin menyadari betapa berartinya dia bagiku ketika suatu hari takziah ke rumah seorang sahabat yang ibunya baru meninggal. Sahabat itu menangis, terkenang masa-masa indah dengan ibunya.  Aku jadi teringat ibuku sendiri di rumah. Di usianya yang sudah sangat tua sekarang ini dia memang agak sedikit “cerewet” dan mudah tersinggung, tapi itu tak menghapus kasih sayang yang telah diberikan selama ini. Kenangan indah itu pastilah ada. Aku teringat saat dia memijat lembut tanganku setiap akan tidur. Tak pernah ada kata lelah keluar dari lisannya.

Dia ibuku, yang tak pernah memarahiku dengan suara keras.

Dia ibuku, yang tak bisa tidur tenang jika aku sedang berada dalam masalah.

Dia ibuku, yang senang tatkala anak-anaknya menyantap makanan yang dimasaknya dengan lahap

Dia ibuku, yang cintanya tak pernah berakhir, bahkan hingga di usiaku yang sudah tak muda ini.

Dia ibuku, yang senantiasa menyembunyikan pakaian kotornya. Tak ingin aku mencucinya karena dilihatnya cucianku sudah banyak. Padahal itu sama sekali tak memberatkanku.

Mudah, mudah sekali jika ingin membahagiakannya. Dia akan bahagia ketika bisa membagi cucu-cucunya uang, walaupun uang itu diperoleh dari anak-anaknya juga. Dia juga akan sangat bahagia ketika aku pulang dari suatu tempat dan membawa sesuatu untuknya. Mungkin dia teringat, dahulu dialah yang melakukannya untukku. Dahulu dia sering membelikan wafer kesukaanku, kini dia pun senang ketika aku membelikan cemilan berupa wafer ini. Dengan jumlah gigi yang sudah sangat minim, tentunya makanan yang bisa dimakan sangatlah terbatas. Tapi dia akan menghabiskan perlahan-lahan cemilan ini. Gery Chocolatos sering menjadi pilihan untuk dijadikan oleh-oleh untuknya. 😉

“Lomba Blog 1000 Kisah Tentang Ibu Presembahan Ungu & Chocolatos”
http://unguband.com/1000kisahtentangibu.html





[Sharing] Membiasakan Anak Puasa, Antara Kasihan dan Kasih Sayang

11 08 2010

Ini sesungguhnya cerita tentang Syamil, anak kedua kami yang saat ini berusia 5,5 tahun. Saya menuliskannya untuk berbagi cerita kepada orangtua yang bermaksud membiasakan ibadah puasa pada anaknya yang masih kecil.

Ramadhan tahun lalu rencananya ingin melatih Syamil puasa dengan menawarkan padanya puasa setengah hari (berbuka pukul 12.00) sebagaimana yang dia lakukan tahun sebelumnya. Rencana itu berubah ketika mendengar cerita Kepala Sekolah TKIT tempat Syamil bersekolah, tentang salah seorang anak didiknya yang berpuasa penuh satu bulan. Ah, masa sih bisa?  Berundinglah kemudian saya dan suami, dengan satu keputusan: Ya, mari kita coba.

Sehari menjelang puasa Ramadhan, diadakan diskusi kecil-kecilan dengan Syamil. Berbeda dengan saat sang kakak yang memulai puasa ketika usia 6 tahun, terselip rasa penasaran di hati kami. Mampukah Syamil yang saat itu masih berusia 4,5 th berpuasa penuh? Luqman, sang kakak tak begitu mengalami kesulitan karena dia adalah anak yang agak sulit makan. Puasa menyenangkan baginya kecuali harus menahan rasa haus. Tapi Syamil? Bangun tidur minta makan, siang sedikit minta makan, berturut-turut tiap tiga jam berikutnya dia akan berteriak: “Mi….. Abang mau makan..” Ketika dia bilang akan puasa sampai maghrib, sesungguhnya saya dan suami tidak terlalu yakin dia mampu melakukannya.

Saat sahur pertama di Bulan Ramadhan, untuk membangunkannya perlu diputarkan film di komputer. Sahur sambil menonton. Break sebentar untuk shalat shubuh, setelah itu menonton lagi hingga pagi. Ketika jarum jam mendekati pukul 10.00 mulai ada rengekan pertama. “Mi, abang mau makan.” “Sabar ya bang, tunggu sampai azan maghrib ya.””Abang mau makan sekarang.” “Sebentar lagi Nak ya.” “Haaaaaa” dan Syamil mulai menangis. Lalu mengalirlah cerita tentang Ar Royyan yang didengarkannya penuh konsentrasi. “Abang mau kan dapat kunci Ar Royyan?” “Mau, tapi abang sekarang mau makan.” Tak tahu lagi harus berkata apa, kecuali memeluknya yang sedang berbaring di tempat tidur. Setelah dipijat beberapa lama, Syamil yang memang belum tidur sejak sahur akhirnya tertidur. Kasihan…Tidurnya menjadi penawar rasa laparnya.

Rengekan tak berhenti sampai disitu. Terbangun pukul 12.00 dia kembali meminta makan setelah shalat dzuhur. Saya hanya bisa mengingatkan kembali tentang Ar Royyan sambil memeluknya sampai akhirnya dia tertidur lagi dan terjaga saat pukul 15.00. Rengekannya semakin kencang, bahkan sudah berganti dengan tangisan. Saya coba membujuknya dengan menawarkannya bermain komputer. Dia mau, tapi tak lama dan kembali merengek hingga abinya pulang kerja. Alhamdulillah, mendapat bantuan. Dengan telaten sang abi membujuknya untuk mandi supaya tidak lemes lagi. Setelahnya, dia diajak berkeliling sambil mencari menu berbuka yang sesuai dengan seleranya, hingga waktu berbuka hampir tiba. Sukses di hari pertama. Bahagia sekali melihat dia bisa melewati hari pertama. Hari yang berat bagi Syamil, dan kami tentunya. Dan ini berlangsung hingga tiga hari. Berbagai upaya dilakukan untuk mengalihkan keinginan makannya.

Ketika tiba saatnya harus masuk sekolah, timbul kekhawatiran bahwa dia akan makan di sekolah. Tapi kekhawatiran itu sirna, melihat betapa sekolah sangat bekerja sama untuk melatih anak didiknya berpuasa (sungguh bersyukur bisa menempatkan Syamil di lingkungan sekolah seperti ini). Jika ada anak yang ingin minum, diarahkan untuk minum di luar, sehingga tidak menggoda anak lain yang berpuasa. Syamil kembali merengek ketika sampai di rumah. Tapi syukurnya rengekan itu berhenti pada hari ke tujuh. Ya, hari ke tujuh Syamil sudah berpuasa layaknya orang dewasa puasa. Subhanallah, ternyata butuh waktu sepekan untuk membiasakannya berpuasa. Tapi ternyata bisa..

Syukur kepada Allah tiada hentinya kami panjatkan di penghujung Ramadhan. Yang paling membahagiakan pada Ramadhan tahun lalu adalah bahwa Syamil bisa puasa penuh selama satu bulan. Hal yang tak pernah kami duga sebelumnya. Bagaimana mungkin anak yang gemar sekali makan bisa  berpuasa hingga sebulan penuh. Alhamdulillah segala kekhawatiran seperti jatuh sakit atau kekurangan gizi tidak terbukti. Syamil tampak sehat-sehat saja. Jadi teringat kata-kata seorang ustadz, “Mengapa kita takut anak kita kurang gizi, mengapa kita tak takut anak kita kurang akhlaknya?”. Setuju sekali dengan kata-kata ustadz tersebut. Allah tak mungkin mencelakakan hamba-Nya melalui syariat-Nya.

Pastilah sebagai orang tua, kami kasihan melihatnya merengek karena lapar, tapi kami akan lebih kasihan jika hingga dewasa dia tak bisa menjalankan kewajiban puasa ini. Melihat nafsu makannya yang tinggi, ada kekhawatiran dia akan sulit mengendalikannya hingga dewasa. Puasa menjadi sarananya untuk berlatih.

———————–

Banyak pertanyaan dan pertanyaan yang terlontar (tersurat maupun tersirat) dari beberapa orang terkait dengan puasa bagi anak kecil.

“Umur berapa sih harusnya anak diajarkan puasa?”

“Ah, masih terlalu kecil, gak usah disuruh puasa lah, apalagi sampai maghrib.”

“Orangtuanya terlalu memaksakan kehendak.”

Setiap orang tua boleh memiliki prinsip yang berbeda dengan orangtua lain. Kami memilih untuk mengajarkan ibadah sedini mungkin, agar ketika ibadah itu menjadi wajib, mereka tak perlu bersusah payah lagi melatih diri

Wallahu a’alam bi shawab. Semoga Allah melindungi kita dari segala hal yang buruk.





WordPress I am Coming Back

5 03 2010

Kerinduan itu akhirnya datang jua…

Hampir satu tahun berlalu.

Pasti banyak alasan yang bisa dicari.

Awal penyebabnya adalah persiapan pindah ke Balikpapan.

Banyak sekali yang harus diurus..

Sekolah anak-anak, jual rumah dan barang, selesaikan hutang piutang, turn over semua amanah yang ada, dan yang paling menghebohkan adalah perpisahan disana sini. Lelah tapi menyenangkan.

Sampai di Balikpapan, tidak juga memulai blogging, masih menyesuaikan hati dan ritme kota Balikpapan.

Tetap Online tapi lebih banyak stand by di FB. Sesungguhnya keinginan untuk menuangkan segala rasa sudah semakin menggebu, namun apa daya waktu tak cukup bersahabat.

Kalau akhirnya bisa posting lagi saat ini, betul-betul terpanggil kembali setelah membaca artikel di Harian Tribun tentang Blogging.

So Here I come….

Kadang memang harus memaksakan diri melakukan hal yang baik ya…

Apa kabar ya teman-teman blogger yang masih setia blogging..





Virus Singapur

23 03 2009

ade

Dua bulan setelah diopname karena Demam Berdarah, Fayyadh demam lagi, sempat khawatir kalau DB lagi. Syukurnya di hari ketiga sudah turun dan nampaknya tidak mengarah ke DB. Seorang teman yang dokter juga mengatakan, insya Allah tidak akan terkena DB lagi dalam jarak waktu yang singkat.

Ketika kemudian satu pekan berikutnya demam lagi, khawatir lagi. Pengalaman tempo hari memang menyisakan sebuah trauma bagi kami. Demamnya tak turun dalam masa dua hari, rewel, tidak mau makan dan minum, bahkan mengkonsumsi ASI. Setelah saya periksa mulutnya tampaknya ada bintik-bintik merah. Kesimpulan saya sariawan. Tapi, di tangan dan kakinya ada bintik-bintik merah. Saya ingat seorang teman ada yang pernah cerita tentang penyakit mulut tangan dan kaki (panjang sekali namanya). Kalau melihat gejalanya mirip, tapi anak teman saya itu sampai bengkak-bengkak, sedangkan Fay tidak. Lalu apa?

Rencananya saya tidak akan membawanya ke dokter, mau dikasih obat alami saja, tapi melihat dia sulit makan, bahkan minum dan mimi’ ASI, saya dan suami membawanya ke dokter.

Begitu kami jelaskan kondisinya kemudian diperiksa, dokter langsung mengatakan bahwa Fay terjangkit virus Singapur. Hah? Virus apa pula ini?

“Apa ini yang disebut penyakit mulut tangan kaki Dok?”

“Betul”

“Anak temen saya kok sampe bengkak-bengkak”

“Kondisinya berbeda pada tiap orang, tergantung ketahanan tubuhnya”.

Oh I see….

Virus Singapur ini kata pak dokter sedang mewabah di Lombok.

Yang paling menyedihkan dari penyakit ini, Fay tidak mau menyusu lebih dari dua hari. Sebenarnya dia ingin, tapi baru menyentuh bibirnya langsung dilepas. Bisa terbayang bagaimana sakitnya.

Kasihan anak ketiga kami ini. Ketahanan tubuhnya memang relatif lebih rendah dibanding dua kakaknya.

Alhamdulillah sekarang dia sudah sehat kembali, dan yang terpenting sudah mau menyusu lagi.

Jadi teman-teman… mohon maaf jika lama tak berkunjung ya..

Ini info hasil browsing dari sini:

Coxsackie, Virus Penyerang Balita

Jangankan mengunyah makanan, untuk minum pun, mulut pedih sekali! Ya,itulah salah satu gejala penyakit mulut, kaki dan tangan (MKT). Repotnya, penyakit ini amat mudah menular.

Karena tak terlalu membahayakan, penyakit ini memang sering terlewatkan begitu saja. Apalagi, gejalanya juga tak terlalu istimewa. Dan, entah mengapa, jumlah penderita penyakit ini biasanya meningkat pada musim pancaroba.

Cirinya: bintil-bintil berair

Umumnya, anak yang kurang sehat akan rewel, mogok makan dan minum, serta tubuh
agak sumang (suhu tubuh agak naik). Namun, bila rewelnya berlanjut dengan bertambah sulitnya si kecil makan plus mulutnya sakit sampai keluar air liur (untuk
menelan air liur saja perih, apalagi minum), maka Anda perlu ekstra hati-hati.
Bisa jadi, si kecil bukan menderita sariawan biasa.

Menurut Prof. Dr. dr. Sri Rezeki Hadinegoro, Sp.A(K), staf pengajar dari Divisi
Infeksi dan Pediatri Tropik, Departemen Ilmu Kesehatan Anak, FKUI/RSUPN
Cipto Mangunkusumo, Jakarta.

Coba lihat, apakah ada bintil-bintil berisi air dalam mulut si kecil dan sebagian diantaranya mungkin sudah pecah. Kalau ada, ini adalah salah satu gejala dari penyakit MKT.

Memang, bintil-bintil berisi cairan merupakan salah satu gejala khas dari penyakit MKT atau hand, foot and mouth disease (HFMD) . Tapi jangan samakan ini dengan penyakit kuku dan mulut pada binatang ternak. Biar namanya mirip, tapi penyakit ini sama sekali berbeda dengan penyakit kuku dan mulut pada sapi misalnya!

Di Indonesia, kebanyakan virus penyebab penyakit MKT termasuk enterovirus yang dikenal sebagai virus coxsackie A16 atau enterovirus 71. Virus coxsackie adalah sejenis enterovirus yang hidup di usus halus. Karena penyakit ini disebabkan oleh virus, biasanya penyakit ini akan sembuh sendiri dalam waktu 7 hari, kata Prof. Sri.

Sekalipun begitu, ini bukan berarti Anda tak harus waspada. Sebab, bisa saja
virus yang menyebabkan penyakit ini berbeda serotipe. Menurut National Center of
Infectious Disease , Amerika Serikat, virus coxsackie yang masih sekeluarga
dengan virus polio ini sangat mudah bermutasi alias berubah bentuk jadi serotipe
yang berbeda.

Jangan sampai komplikasi

Sekalipun orang dewasa bisa juga tertular, penyakit MKT ini lebih sering tampak
pada anak-anak di bawah usia 10 tahun, termasuk pula bayi.

Masalahnya, jika bintil berair itu ada di mulut si kecil, bisa dibayangkan betapa perihnya mulut yang tampaknya seperti
sariawan itu. Untuk mengurangi rasa sakit tersebut, umumnya dokter memberi obat oles mulut, semacam obat untuk sariawan. Antibiotika tidak diperlukan, kecuali ada tambahan infeksi bakteri.

Juga, karena mulutnya perih, orang tua sangat khawatir karena anaknya tidak mau makan dan minum, jelas Prof. Sri Rezeki. Makanya, anak yang dirawat umumnya hanya diberi cairan infus sebagai pengganti makanan yang dibutuhkan tubuh. Uniknya, si kecil biasanya tidak kelihatan seperti anak sakit. Tak heran, kalau selama dalam perawatan, ia bisa mondar-mandir di kamar sambil membawa infus yang menempel di lengan.

Yang pasti, penyakit MKT ini jarang membahayakan penderitanya, kecuali kalau ada komplikasi. Walau begitu, kalau anak masih saja demam, mengantuk, lemas dan tidak bergairah, segeralah bawa ke dokter. Bisa jadi telah terjadi komplikasi. Kalau dibiarkan berlarut-larut, dikhawatirkan virus bisa sampai ke jaringan otak dan menyebabkan ensefalitis (radang jaringan otak).

Kalau ini yang terjadi, akibatnya bisa fatal. Inilah yang dialami oleh murid sekolah dasar di Malaysia tahun 1997. Dari ratusan murid sekolah yang harus dirawat di rumah sakit, 26 orang di antaranya meninggal. Waktu itu, sekolah sampai harus diliburkan selama seminggu. Jika penyebab penyakit MKT ringan, sekolah tak perlu diliburkan kok, lanjutnya.

Jaga kebersihan

Yang benar-benar perlu diwaspadai adalah, penyakit ini sangat mudah menular. Proses penularannya bisa dari cairan yang keluar dari bintil-bintil di mulut, kaki dan tangan, bisa juga dari kotoran (tinja) si kecil. Anak yang terkena MKT (dengan bintil-bintil di tangan yang baru pecah) memegang mainan, lalu mainan itu dipegang oleh temannya. Dari sini, jelaslah bahwa si teman anak sudah tertular, ujar Prof. Sri.

Juga, karena menahan rasa sakit di mulut, anak-anak yang masih kecil tak jarang meneteskan air liur. Nah, air liur itu bisa saja menetes pada bajunya. Jika baju yang basah itu kemudian dipegang oleh orang lain, ya ikut-ikutan tertular juga.

Bagaimana penularan via kotoran? Gampang juga. Dari kotoran yang menempel pada diaper yang tak langsung dibuang, atau tangan pengasuh yang kurang bersih dicuci setelah membersihkan kotoran bayi. Tangan yang sudah tertempel virus itu berpotensi menularkan penyakit pada orang lain. Apalagi, bila ia harus pula menyediakan makanan atau memegang makanan, ujarnya lagi. Apa jalan keluarnya?

Jika bayi Anda terkena MKT, sebaiknya diaper yang kotor terkena tinja langsung dibuang dan dimusnahkan. Apalagi, virus yang tersimpan dalam tinja bisa bertahan
lama. Juga, si pengasuh harus lebih memperhatikan kebersihan tangannya.

Lalu, jangan dikira jika si kecil yang sudah sembuh serta bintil berisi cairan di mulut dan tangan sudah hilang, tidak mungkin menularkan MKT lagi! Sekalipun sudah lewat 2 minggu, Anda harus tetap waspada. Tinja si kecil masih bisa menularkan virus itu.





Tidur Di Tangan Umi

16 02 2009

Waktu masih sama-sama bekerja di Kalimantan, saya masih mengandung Luqman, anak pertama. Saat suami sedang kerja shift malam, maka calon bayi Luqman lah yang menemani. Saya tak merasa sendiri. Saya sering mengajaknya bicara, tentang berbagai macam hal.

Ketika pindah ke Lombok, Luqman sudah lahir. Sudah berwujud. Keberadaannya semakin terasa, terutama saat suami sedang berada di pulau seberang. Luqman senang sekali tidur di lengan saya, saya pun sangat menikmatinya. Saat hendak berangkat kerja, suami terbiasa berpesan pada Luqman (walau saat itu dia belum bisa bicara) untuk menjaga saya, menggantikan dirinya. Kebiasaan itu terus terbawa sampai sekarang, hingga yang Luqman pahami adalah saat abinya sedang tidak di rumah, dialah yang harus menjaga saya. Ah, mujahid kecilku.

Saat Syamil lahir…. Dunia semakin terasa ramai…. Tak begitu terasa kesepian saat suami harus berangkat kerja. Ada dua lelaki kecil yang menemani. Syamil juga sangat menikmati tidur di lengan saya. Sejak dia lahir dua lengan saya terpakai untuk bantal mereka tidur. Kalau dulu, saat Luqman tidur saya bisa sambil memencet hp untuk saling sms dengan suami. Maka ketika ada Syamil agak sulit memegang hp karena di dua lengan ada dua kepala anak kecil yang sangat saya sayangi.

Ketika Fayyadh lahir… maka rasa sepi itu semakin menjauh…. Dan ternyata, Fayyadh ini juga senang tidur di lengan saya. Sementara lengan hanya dua. Harus ada yang mengalah, dan itu adalah Luqman.. Saya selalu bilang, sampai usia empat tahun dia puas tidur di tangan saya sendiri, sementara Syamil di usianya yang baru dua tahun setengah sudah harus berbagi dengan adiknya. Pada awalnya dia merasa berat untuk melepasnya, tapi akhirnya dia bersedia juga. Namun terkadang dia masih sering membujuk Syamil agar mau gantian.

Sekarang Syamil sudah empat tahun, dan ini disadari oleh Luqman. Hingga di suatu malam dia berkata, ”Mi, sekarang kan abang sudah empat tahun. Dulu kakak tidur di tangan umi sampai umur empat tahun, berarti sekarang abang tidur di tangan uminya sudah boleh gantian dengan kakak”.

What can I say?

Akhirnya…

Umi: ”Kak, sekarang kan sudah hampir 9 tahun. Seharusnya sudah pisah tidurnya dengan umi. Boleh tidur di tangan umi tapi sebentar”

Kakak: ”Ya kalo gitu, waktu murojaah aja ya tidur di tangan uminya. Ya bang ya…”

Abang: ”Gak mau, kan kakak sudah 9 tahun, harus pisah tidurnya”

Si kakak terpaksa tidur dalam keadaan kesal karena keinginannya tidak terpenuhi.

So, kenapa sampai usia mendekati 9 tahun Luqman masih tidur dengan saya (saat abinya tidak ada)? Masalah sesungguhnya ada pada saya. Agar tak merasa sendiri saat suami sedang bekerja, saya selalu tidur dengannya. Lebih merasa nyaman kalau dia berada dekat saya, dan itu terus berlanjut sampai sekarang. Sampai kapan? Insya Allah sekarang sedang mengusahakannya ;).





5 Hari di Rumah Sakit

6 02 2009

Masih tentang Rumah sakit.
Bagian-bagian yang sempat terekam dalam gambar.





Kesan Mendalam Sebuah Rumah Sakit

3 02 2009

Saya sengaja ingin mengkhususkan tulisan tentang sebuah rumah sakit, dimana selama 5 hari kami merasa begitu dekat pada-Nya.

Rumah sakit ini tergolong rumah sakit yang baru di Mataram. Awalnya, rumah sakit ini adalah sebuah klinik. Sudah sering mendengar teman bercerita tentang rumah sakit baru ini, bagus katanya. Tetapi, belum terpikir untuk suatu saat jika ada yang sakit akan dibawa kesana.

Hingga benar-benar terjadi, anak bungsu kami panas suhu tubuhnya di luar dari kebiasaan, dan lab tempat kami ingin memeriksakan darahnya tidak memiliki serum yang kami maksud. Berangkatlah kami ke rumah sakit ini, dengan tujuan utamanya adalah labnya.

Begitu masuk, keramahan karyawan/watinya mulai terasa. Suasana di dalamnya terasa nyaman. Hati semakin sejuk tatkala melihat sebagian dari karyawatinya berbusana muslimah. Urusan administrasinya juga tidak begitu rumit (baca: cepat).

Saya dan suami sepakat, jika ternyata anak kami nantinya harus diopname, kami akan membawanya kesana.

Ketika kemudian hasil lab menunjukkan bahwa anak kami harus diopname, saya langsung membawa ke UGD RS tersebut. Pelayanan sempat tertunda karena hasil lab dibawa oleh teman saya. Setelah memastikan anak saya dapat kamar, dan hasil lab sudah diterima, anak saya langsung diberi tindakan infus. Dokter dan petugasnya nampak sabar meski jarum infus sulit menemukan urat tangan dan kaki anak saya, juga meski anak saya meronta-ronta. Kondisi yang demikian sangat membantu saya, sebagai orang tua yang saat itu dalam kondisi hati yang gelisah.

Setelah kamar siap, anak kami dipindah ke kamar. Kamar yang nyaman dan bersih. Memang sesuai standar perusahaan tempat suami bekerja, kamar yang kami terima adalah VIP, tapi saya sempat mengintip kelas yang lebih rendah, ruangan juga nyaman dan bersih. Rumah sakit ini memang benar-benar memperhatikan kebersihan. Dua hari sekali kamar dibersihkan dan kamar mandi disikat. Sampah tak sampai menumpuk sudah dibuang. Sungguh nyaman.

dsc012621Hal yang paling menyenangkan dari rumah sakit ini adalah perawat yang sangat ramah, SEMUANYA. Jika di rumah sakit lain, mungkin ada perawat yang ramah, tapi tidak semuanya, lebih banyak yang galak. Biasanya saya agak stres ketika pergantian shift perawat, khawatir jika perawat berikutnya adalah perawat yang galak. Maka di rumah sakit ini hal tersebut tidak terjadi. Mereka tetap tersenyum meskipun saya bolak-balik memanggil mereka karena infus anak saya macet akibat gerakannya. Mereka dengan sabar membetulkannya.

Rumah sakit ini milik orang Hindu. Akan tetapi, kecuali janur yang terpasang di sebelah papan namanya, rasanya seperti di rumah sakit biasa atau malah seperti di rumah sakit Islam. Separuh dari perawat yang pernah masuk ke ruangan berbusana muslimah. Ini jelas membuat hati tentram. Pernah ada seorang perawat masuk, dari namanya saya tahu bahwa dia bukanlah muslimah, sempat khawatir bila dia akan bersikap dingin karena kami adalah keluarga muslim. Tapi, alhamdulillah selama disana saya justru menemukan dia adalah termasuk dari salah satu perawat yang sangat ramah. Pernah juga di suatu pagi masuk seorang perawat yang terlihat senior. Saya sempat berpikir, “Wah, kayaknya galak nih”, tapi lagi-lagi dugaan saya salah. Perawat itu justru sangat bijak dan baik sekali.

Di hari terakhir, seorang wanita berbusana muslimah masuk, kemudian memperkenalkan dirinya sebagai bagian dari manajemen RS. Wanita yang ternyata juga seorang dokter itu mempertanyakan bagaimana perasaan saya terhadap pelayanan RS tersebut. Dia juga menyerahkan sebuah bingkisan kecil, yang ternyata isinya adalah sebuah mainan. Bertambahlah kesan baik saya terhadap rumah sakit ini.

dsc01211Rumah sakit yang memberi kesan mendalam tersebut adalah RS. Risa Sentra Medika. Letaknya yang berada di tengah kota menjadi poin tambahan bagi RS ini. Mudah bagi keluarga pasien mencari kebutuhan sehari-hari termasuk makanan. Agak bising sedikit karena dekat sekali dengan jalan raya, tapi tak mengurangi kenyamanan.

picture-095Saya sudah empat kali opname di RS. Pertama di Samarinda, satu kali melahirkan di Balikpapan, dua kali melahirkan di Lombok, tapi belum pernah menemukan kenyamanan seperti ini. Di kota lain mungkin sudah banyak rumah sakit yang seperti ini, tapi bagi kami yang tinggal di Lombok kehadiran rumah sakit ini benar-benar sebuah berita bagus.

Rumah sakit bukanlah tempat yang ingin setiap saat kita kunjungi. Tapi kalau itu harus terjadi, rumah sakit yang nyaman akan sangat menyenangkan.

Kalau saja semua rumah sakit di Mataram seperti ini, kita yang sakit tidak akan semakin sakit.





Pertolongan-Nya Begitu Nyata

30 01 2009

Selasa malam, sekitar pukul 2 dini hari, saya dikejutkan atas sentuhan kulit Fayyadh, anak bungsu kami, yang terasa sangat panas. Tidak biasa…. Kalau boleh mengira-ngira, suhunya sekitar 39-40 derajat. Biasanya, bila sedang demam, tubuh anak-anak tidak langsung panas, hangat dulu. Saya merasakan hal yang ganjil. Saya langsung teringat banyaknya warga perumahan yang terkena Demam Berdarah. dsc01203

Pagi harinya saya dan suami berinisiatif membawanya ke Lab untuk cek darah, tapi saat itu serum DB sedang kosong. Maka kami membawanya ke Rumah sakit yang memiliki lab. Disana kami tidak disarankan untuk cek darah karena panasnya Fayyadh baru 1 hari, virus DB tidak akan terlacak. Biasanya virus baru dapat dideteksi setelah tiga hari. Akhirnya kami hanya konsultasi dengan dokter anak yang sedang jaga. Oleh dokter tersebut Fayyadh diberi obat penurun panas dan batuk pilek.

Hari itu adalah jadwal suami kerja ke Sumbawa. Maka berangkatlah ia sore harinya. Sampai malam menjelang, panas di tubuh Fayyadh tidak turun juga. Dia juga tak tenang tidur, menangis sepanjang malam, hanya diam jika digendong. Tak lazim. Anak-anak biasanya tidak pernah sampai minta digendong ketika sakit. Saya pikir pasti ada sesuatu yang lain.

Sampai tiga hari panasnya tetap bertahan, turun mungkin hanya 1 derajat, setelah saya beri tambahan sanmol.

Hari Sabtu, pukul 10.00 pagi, saya putuskan membawanya ke Lab untuk tes darah. Kasihan melihat dia meronta-ronta ketika petugas mengambil sampel darahnya. Hasil baru dapat diketahui pukul 14.00, lalu pulanglah saya.

Saya meminta tolong seorang sahabat mengambilkan hasilnya. Pukul 13.30 sahabat tersebut menelpon dan memberi kabar, “Dik, Qowwam (panggilan lain Fayyadh) positif DB, harus segera diopname, trombositnya drop, 85.000. Apalagi fungsi hatinya tinggi, ada virus di hatinya”.

Saat itu tangan saya yang sedang menggenggam hand phone terasa bergetar. Panik. Ini adalah kasus yang pertama. Dua kakaknya sebelumnya sakit tidak pernah sampai diopname. Bingung. Apa yang harus saya lakukan? Akhirnya saya telpon suami untuk memberi kabar. Dia menenangkan saya dan berjanji akan segera pulang. Khadimat saya panggil untuk menemani Luqman dan Syamil. Setelah itu saya panggil taxi dan menuju ke rumah sakit.

Sampai di UGD rumah sakit tersebut, Fayyadh dipasangi infus. Ujian dimulai dari sini. Jarum infus tak mampu menembus urat halus Fayyadh. Mungkin ada sekitar 6 sampai 7 kali tangan dan kakinya ditusuk jarum. Kasihan sekali… dia hanya bisa menjerit-jerit antara kesakitan dan ketakutan. Syukurlah akhirnya berhasil juga. Tiga jam kemudian Fayyadh dipindah ke kamar. Kamar yang nyaman. Tapi belum bisa terasa nyaman bila melihat kondisinya yang lemas. Tak ada senyum dari bibirnya, matanya memancarkan trauma. Ah, sangat menyayat hati.

Malamnya dia tak tenang tidur, apalagi geraknya dibatasi oleh jarum infus yang menempel di kakinya. Pukul 5 shubuh, jarum infusnya terlepas karena gerakannya. Darah menetes dari kakinya. Perawat akhirnya melepas infusnya, dan mengistirahatkan sejenak. Infus baru dipasang kembali pada pukul 9 pagi. Syukurnya hanya sekali tusuk di tangannya langsung tepat, jadi tak perlu melihat tangan dan kakinya ditusuk berulang-ulang. Malamnya, dia kembali tak bisa tenang. Merengek-rengek. Saya diceritakan oleh salah satu kawan yang pernah mengalami DB ini, bahwa sakitnya memang luar biasa. Seluruh tubuh terasa sakit. Tak heran jika Fayyadh terus merintih. Mungkin rasa tak nyaman itu juga disebabkan oleh infusnya yang kadang meleset, macet, dsb. Hingga pagi harinya infus itu benar-benar macet sehingga harus dilepas. Perawat yang bertugas pagi itu mencoba untuk memindahkan posisi jarum infusnya. Namun tak berhasil, apalagi seluruh tubuh Fayyadh mengalami pembengkakan. Uratnya semakin sulit dicari. Perawat tersebut tidak melanjutkan usahanya. Fayyadh diberi istirahat. Petugas lab mengambil darahnya uintuk diperiksa. Trombositnya turun, 63.000.

Dokter yang datang memeriksa meminta agar konsumsi air minum Fayyadh ditambah, sore akan diambil darah lagi, jika ada peningkatan, selang infus tak perlu dipasang. Mendengar itu saya berusaha memberi minum Fayyadh dengan air putih, jus jambu batu dan sari kurma. Abinya berinisiatif memberinya air zam-zam. Kami paksa ia minum, karena memang ia sudah tak mau membuka mulutnya. Seluruh tubuhnya yang bengkak kami usap dengan air zam-zam. Ingat pesan dokter dan perawat, jika tak ingin infus dipasang harus minum banyak, saya susui dia sambil tidur. Syukurnya dia banyak minum ASI. Lepas sedikit saya masukkan lagi. Saya yang akhirnya meminum air zam-zam, sari kurma dan jus jambu itu. Kami ingin sekali melihat trombosit itu naik. Abinya sangat benci melihat infus dan jarumnya yang sungguh menyiksa anak kami. Sorenya tak sabar kami bertanya pada perawat tentang hasil lab. “Tetap harus diinfus bu”. Ohhhhh… Belum genap ujian yang Allah berikan…

Trombosit sudah naik menjadi 66.000, namun dokter tetap memasang infus untuk berjaga-jaga. Usai shalat maghrib perawat mencoba memasang infus kembali, namun berakhir dengan kegagalan. Jarum tetap tak mampu menemukan uratnya. Kami sungguh tak kuasa melihat dia meronta-ronta menahan sakit. Air mata keluar begitu saja dari ujung mata kami. Perawat memutuskan untuk menundanya. Hingga pagi, perawat tak datang ke kamar. Malam itu tidur kami lumayan tenang. Sepanjang malam saya tetap memberika ASI kepada Fayyadh, tanpa jeda yang lama.

Pagi hari, perawat datang membawa peralatan infusnya, mencoba memasangkannya kembali ke tangan Fayyadh. Lagi-lagi, tak berhasil. Petugas lab datang lagi untuk mengambil darahnya. Kami tak henti berdoa, semoga trombositnya bisa naik. Dua jam kemudian, perawat masuk tiba-tiba dan memberitakan sebuah kabar yang melambungkan hati kami berdua. Trombositnya sudah naik 172.000 dan dokter memutuskan untuk menghentikan infusnya. Allahu akbar….. Allah begitu nyata pertolongannya. Dia begitu dekat. Kenaikan yang pesat, tanpa infus….

Subhanallah….. Dia Maha Besar…. Maha Mulia…. Maha Agung…Kami langsung tersungkur bersujud…

Bagi saya… yang paling mengkhawatirkan adalah melihat tubuhnya yang bengkak, walau dokter sudah menyatakan bahwa itu tidak apa-apa, itu pengaruh dari cairan infus yang dimasukkan.

Sementara, yang paling tak tahan dilihat oleh abinya adalah saat jarum-jarum infus itu dimasukkan ke tangannya kemudian digoyang-goyang untuk mencari uratnya. Entah sudah berapa banyak lubang yang diakibatkan oleh jarum infus tersebut. Malam Senin itu…. Kami berdo’a kepada Allah dengan kekhusyukan yang mendalam. Benarlah apa yang dituliskan oleh seorang teman dalam sebuah pesan singkatnya melalui HP:

“Sabar ya Mba… Allah lagi kasih surat cinta buat mbak supaya lebih berbunga-bunga ketika berdo’a padanya-Nya…..” (Syukran ya Mbak Rina, atas motivasinya)

Benar… Allah terasa ada disana. Mendengarkan… Memperhatikan… Menunggu hingga saya menyelesaikan do’a yang saya panjatkan.

Allah sedang mengingatkan kami… yang selama ini mungkin kurang ikhlas dalam beribadah…

Ketika Senin paginya infus macet, perawat mencoba memasang lagi dan tak berhasil, kami mengira Allah masih menguji, padahal disitulah jawaban Allah atas do’a kami. Bukankan abinya ingin sekali melihat infus itu dilepas karena baginya itu penderitaan bagi Fayyadh. Saya sendiri khawatir jika infus terus dipasang, bengkaknya semakin besar. Dan infus tak dapat terpasang juga, hingga Selasa pagi. Kami tak perlu melihat infus itu terpasang di tubuh kecilnya lagi. Betapa berbahagianya kami pagi itu.

Entah apa yang menjadi asbab kesembuhan Fayyadh… Hanya Allah yang tahu.

Apakah do’a kami, cairan infus, jus jambu, sari kurma, air zam-zam, ASI, atau keikhlasan do’a sahabat-sahabat kami? Bahkan ada salah satu sahabat yang mengkhususkan shalat malam dan dhuha untuk berdo’a bagi kesembuhan Fayyadh. Namun apapun asbabnya, jelas sekali bahwa ini adalah pertolongan Allah.

Kepada-Nya kita menyembah dan kepada-Nya lah kita meminta pertolongan. Kepada-Nya hendaklah dikembalikan segala urusan.

Demam Berdarah – selama ini saya menganggapnya sebagai penyakit yang biasa. Ternyata setelah anak sendiri yang mengalaminya, DB bukanlah penyakit yang ringan, terutama bila yang menderita adalah anak-anak. Sebisa mungkin kita menghindarinya….

Kepada seluruh sahabat, yang bagai saudara…Terima kasih atas perolongannya…Semoga Allah saja yang membalasnya





[Madura] Kenalan Dulu ya…

30 12 2008

picture-072Madura…

Apa yang terlintas dalam benak anda ketika mendengar kata Madura?

Sate? Garam? Karapan sapi? Carok?

Hehehe… sampai juga ke carok.

Katanya orang Madura itu keras dan pemarah. Katanya…

Tapi saya menemukan ibu saya sebagai orang yang paling sabar di seluruh dunia.

Dia adalah asli keturunan Madura.

Mungkin mayoritas keras dan pemarah…. Tapi tidak semuanya.

Sedikit info tentang Madura yang saya copy dari Tante Wiki ..

Madura adalah nama pulau yang terletak di sebelah timur laut Jawa Timur. Pulau Madura besarnya kurang lebih 5.250 km2 (lebih kecil daripada pulau Bali), dengan penduduk sekitar 4 juta jiwa.

Suku Madura di Indonesia jumlahnya kira-kira ada 10 juta jiwa (data tahuin 2004, kira-kira termasuk saya tidak ya?). Mereka berasal dari Pulau Madura dan pulau-pulau sekitarnya, seperti Gili Raja, Pulau Sapudi, Pulau Raas dan Kangean. Selain itu, orang Madura tinggal di bagian timur Jawa Timur, dari Pasuruan sampai utara Banyuwangi. Orang Madura di Situbondo dan Bondowoso, serta timur Probolinggo jumlahnya paling banyak, dan jarang yang bisa berbahasa Jawa.

Suku Madura juga banyak dijumpai di provinsi lain seperti Kalimantan, di tempat huruhara di Sampit dan Sambas. Orang Madura pada dasarnya adalah orang yang suka merantau karena keadaan wilayahnya yang tidak baik untuk bertani. Orang Madura senang berdagang dan dominan di pasar-pasar. Selain itu banyak yang bekerja menjadi nelayan, buruh, pengumpul besi tua dan barang-barang rongsokan lainnya.

Suku Madura terkenal karena gaya bicaranya yang blak-blakan serta sifatnya yang keras dan mudah tersinggung, tetapi mereka juga dikenal hemat, disiplin dan rajin bekerja. (Tuh kan, dikenalnya sebagai orang yang keras dan mudah tersinggung. Tapi saya enggak lho…. Eh, iya sih… sedikit)

Untuk naik haji, orang Madura sekalipun miskin pasti menyisihkan sedikit penghasilannya untuk simpanan naik haji. Selain itu orang Madura dikenal mempunyai tradisi Islam yang kuat, sekalipun kadang melakukan ritual Pethik Laut atau Rokat Tasse (sama dengan Larung Sesaji).

Harga diri, juga paling penting dalam kehidupan orang Madura, mereka memiliki sebuah peribahasa “Lebbi Bagus Pote Tollang, atembang Pote Mata”. Artinya, lebih baik mati (putih tulang) daripada malu (putih mata). Tradisi carok juga berasal dari sifat itu.

Madura dibagi menjadi empat kabupaten, yaitu:

  1. Bangkalan (Bapak dan ibu saya aslinya dari sini)
  2. Sampang
  3. Pamekasan
  4. Sumenep

Pulau ini termasuk provinsi Jawa Timur dan memiliki nomor kendaraan bermotor sendiri, yaitu “M”.

Sejarah

Secara politis, Madura selama berabad-abad telah menjadi subordinat daerah kekuasaan yang berpusat di Jawa. Sekitar tahun 900-1500, pulau ini berada di bawah pengaruh kekuasaan kerajaan Hindu Jawa timur seperti Kediri, Singhasari, dan Majapahit. Di antara tahun 1500 dan 1624, para penguasa Madura pada batas tertentu bergantung pada kerajaan-kerajaan Islam di pantai utara Jawa seperti Demak, Gresik, dan Surabaya. Pada tahun 1624, Madura ditaklukkan oleh Mataram. Sesudah itu, pada paruh pertama abad kedelapan belas Madura berada di bawah kekuasaan kolonial Belanda (mulai 1882), mula-mula oleh VOC, kemudian oleh pemerintah Hindia-Belanda. Pada saat pembagian provinsi pada tahun 1920-an, Madura menjadi bagian dari provinsi Jawa Timur.[1]

Ekonomi

Secara keseluruhan, Madura termasuk salah satu daerah miskin di provinsi Jawa Timur[2]. Tidak seperti Pulau Jawa, tanah di Madura kurang cukup subur untuk dijadikan tempat pertanian. Kesempatan ekonomi lain yang terbatas telah mengakibatkan pengangguran dan kemiskinan. Faktor-faktor ini telah mengakibatkan emigrasi jangka panjang dari Madura sehingga saat ini banyak masyarakat suku Madura tidak tinggal di Madura. Penduduk Madura termasuk peserta program transmigrasi terbanyak (Tak heran kalau bapak saya pun terlahirnya di Kalimantan)

Pertanian subsisten (skala kecil untuk bertahan hidup) merupakan kegiatan ekonomi utama. Jagung dan singkong merupakan tanaman budi daya utama dalam pertanian subsisten di Madura, tersebar di banyak lahan kecil. Ternak sapi juga merupakan bagian penting ekonomi pertanian di pulau ini dan memberikan pemasukan tambahan bagi keluarga petani selain penting untuk kegiatan karapan sapi. Perikanan skala kecil juga penting dalam ekonomi subsisten di sana.

Tanaman budi daya yang paling komersial di Madura ialah tembakau. Tanah di pulau ini membantu menjadikan Madura sebagai produsen penting tembakau dan cengkeh bagi industri kretek domestik. Sejak zaman kolonial Belanda, Madura juga telah menjadi penghasil dan pengekspor utama garam.

Bangkalan yang terletak di ujung barat Madura telah mengalami industrialisasi sejak tahun 1980-an. Daerah ini mudah dijangkau dari Surabaya, kota terbesar kedua di Indonesia, dan dengan demikian berperan menjadi daerah suburban bagi para penglaju ke Surabaya, dan sebagai lokasi industri dan layanan yang diperlukan dekat dengan Surabaya. Jembatan Suramadu yang lama direncanakan dan kini sedang dalam tahap pembangunan diharapkan meningkatkan interaksi daerah Bangkalan dengan ekonomi regional.

Budaya

Madura terkenal dengan budaya Karapan sapinya.

Itu sedikit info tentang Madura.

Dalam urusan politik. Madura belakangan jadi penentu nasib 2 pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur Jawa Timur, KarSa (Pak Dhe Soekarwo dan Saifullah Yusuf) dan KaJi ( Khofifah Indar Parawansa dan Mudjiono). “MK memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU Jatim) Jawa Timur melakukan coblosan ulang Pilkada di Kabupaten Bangkalan dan Sampang, serta melakukan penghitungan suara ulang di Kabupaten Pamekasan“.

Semoga info ini bermanfaat. Saya sendiri baru tahu info detail tentang Madura setelah membaca wikipedia. Thanks to Wikipedia.